Jumat, 03 Juni 2011

Sejarah Singkat tentang Aceh

Aceh atau yang dahulunya di namakan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan Propinsi paling Barat Republik Indonesia terletak di ujung Pulau Sumatera, diapit oleh Lautan Hindia dan Selat Malaka. Letaknya amat strategis sebagai pintu masuk ke Nusantara dan sebagian Negara Asia.

Propinsi Daerah Istimewa Aceh memiliki luas area + 55.390 KM persegi termasuk sejumlah pulau yang ada di lepas pantai sepanjang pantai Barat dan Selatan kawasan ini. Di bagian Tengah agak ke Barat terbentang gugusan Bulkit Barisan yang masih ditutupi oleh hutan lebat dengan puncak-puncaknya Geureudong (2.595 m), Peut Sago (2.780 m), Bumi Telong (2.566 m), Ucop Molu (3.187 m), Abong-abong (3.015 m), Leuser (3.466 m), Seulawah Agam (1.782 m), Seulawah Inong (866 m).

Di Aceh terdapat beberapa sub-suku yaitu Aceh sebagai mayoritas yang mendiami sebagian besar kawasan Aceh, Gayo mendiami Aceh Tengah dan sebagian Aceh Tenggara. Alas mendiami Aceh Tenggara, Tamiang mendiami sebagian Aceh Timur, Kluet mendiami sebagian Aceh Selatan dan Aneuk Jamee juga mendiami sebagian Aceh Selatan. Di Aceh terdapat beberapa bahasa yang berbeda antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar resmi.

Masyarakat Aceh merupakan penganut Agama Islam yang fanatik dan hampir seluruhnya beragama Islam. Sebagian kecil dari mereka yang berketurunan Tapanuli, Jawa- China. India, menganut agama Kristen, Hindu dan Budha. Kendati demikian kehidupan beragama di Aceh cukup harmonis dengan toleransi yang cukup finggi. Sarana peribadatan seperti Mesjid dan menasah terdapat di seluruh pelosok Aceh, sedangkan Gereja, Toa Peh Kong dan Kuil Hindu hanya terdapat di kota-kota besar saja.

SEJARAH

Dalam abad ke XVI, Aceh memegang peranan yang sangat penting sebagai daerah transit barang-barang komoditi dari Timur ke Barat. Komoditi dagang dari nusantara seperti pala dan rempah-rempah dari Pulau Banda, cengkeh dari Maluku, kapur barus dari Barus dan lada dari Aceh dikumpul disini menunggu waktu untuk diberangkatkan ke luar negen. Aceh sebagai bandar paling penting pada waktu itu yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara.

Aceh juga dikenal dengan daerah pertama masuknya agama Islam ke nusantara. Para pedagang dari Saudi Arabia, Turki, Gujarat dan India yang beragama Islam singgah di Aceh dalam perjalanan mereka mencari berbagai komoditi dagang dari nusantara. Aceh yang terletak di jalur pelayaran internasional merupakan daerah pertama yang mereka singgahi di Asia Tenggara. Kemudian sekitar akhir abad ke XIII di Aceh telah berdiri sebuah kerajaan besar yaitu Kerajaan Pasai yang bukan saja bandar paling penting bagi perdagangan, namun juga sebagai pusat penyebaran agama Islam baik ke Nusantara maupun luar negeri.

Portugis pertama sekali mendarat di Aceh dalam tahun 1509 mengunjungi Kerajaan Pedir (Pidie) dan Pasai untuk mencari sutra. Kemudian dalam tahun 1511 Portugis menaklukkan Malaka (sekarang Malaysia) yang menyebabkan Sultan Aceh marah. Kerajaan Aceh kemudian mengirim armadanya untuk membebaskan kembali Malaka dari tangan penjajah, namun tidak berhasil dan banyak tentara Kerajaan Aceh yang gugur dan dikebumikan di sana. Menurut sumber yang dapat dipercaya Syech Syamsuddin Assumatrani yaitu salah seorang ulama besar Aceh tewas dalam suatu peperangan dengan Portugis di Malaka dan kuburannya ada disana. -

Kemudian pada masa Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636), barulah Malaka bisa dibebaskan kembali dari cengkraman Portugis dan jalur perdagangan di Selat Malaka kembali dikuasai oleh Kerajaan Aceh Darussalam. Pada saat itu Aceh dan Turki telah menjalin hubungan yang erat sehingga banyak ahli persenjataan dan perkapalan dari Turki datang serta menetap di Aceh. Bukti sejarah yang masih tersisa adalah mesjid, tugu dan batu nisan orang Turki yang ada di desa Bitai (± 3 km dari Banda Aceh).

Pada tanggal 21 Juni 1599 sebuah kapal dagang Belanda yang dipimpin oleh Cornelis De Houteman dan adiknya Frederick De Houteman mendarat di Aceh. Namun karena orang Aceh mengira bahwa Belanda tersebut Portugis mereka menyerang kapal itu dan membunuh Cornelis De Houteman serta menawan Frederick De Houteman.

Selanjutnya tahun 1602 sebuah kapal dagang Belanda lain yang dipimpin oleh Gerald De Roy dikirim ke Aceh oleh Prince Mounsts dalam usaha menjalin hubungan kerjasama dengan Kerajaan Aceh. Utusan tersebut disambut balk oleh Sultan Aceh dan menanda tangani hubungan kerjasama itu. Ketika Gerald De Roy kembali pulang ke Belanda, Sultan Aceh mengirim dua orang duta ke Belanda. Salah satu dari duta tersebut yaitu Abdul Hamid (sumber lain menyebutkan Abdul Zamat) meninggal di Belanda dan kuburannya ada di Middleburg, Belanda.

Pada awal Juni 1602 saudagar-saudagar Inggris dikirim ke Aceh oleh Ratu Elizabeth untuk menjalin kerjasama dalam bidang perdagangan. Utusan tersebut juga disambut baik oleh sultan dan menandatangani hubungan kerjasama. Hubungan ini terns berlanjut sampai bertahun-tahun kemudian.

Namun demikian karena keserakahan V.O.C, Belanda memaklumkan perang atas Kerajaan Aceh Darussalam dan menyerangnya pada tanggal 14 April 1873. Perang antara Belanda dan Aceh merupakan yang terpanjang dalam sejarah dunia yaitu lebih kurang 69 tahun (1873 -1942) yang telah menelan jutaan nyawa.

Pada tahun 1942 Jepang mendarat di Aceh dan disambut baik oleh orang Aceh karena pada waktu itu antara Belanda dan Jepang sating bermusuhan, dan orang Aceh berharap kedatangan Jepang akan membantu mengusir Belanda dari tanah Aceh. Namun kenyataannya sebaliknya bahwa Jepang lebih ganas dari Belanda sehingga orang Aceh merasa ditipu oleh Jepang dan mengangkat senjata memerangi Jepang.

Jepang berada di Aceh hanya 2,5 tahun, namun banyak pertempuran yang terjadi antara Aceh dengan Jepang. Diantara sekian banyak perang yang terjadi, ada dua pertempuran yang sulit untuk dilupakan karena banyaknya korban jiwa yang berjatuhan yaitu di Pandrah (Aceh Utara) dan di Cot Plieng (Aceh Utara). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 sedikit banyaknya telah membebaskan Aceh dari belenggu perang yang mengenaskan.
Share

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar di sini, teurimoeng Geunaseh :